Bertemu Gus Mus, Sebuah Kesan yang Dalam (Oleh : Ronny Leung)

Bertemu Gus Mus, Sebuah Kesan yang Dalam
(Oleh : Ronny Leung)

8 Agustus 2016 Atas ajakan admin Sahabat Gus Dur yang lain Amiruddin Faisal saya berangkat menuju Rembang. Datang di acara haul 40 hari peringatan wafatnya Nyai Siti Fatma, istri Gus Mus.
Jam 2 siang saya sampai kesana dan dipandu Mas Jamal sampai di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Jl KH Bysri Mustofa 1-4, Leteh, Rembang.

Sampai di tempat saya agak canggung, hal yang belum pernah saya lakukan. Saya sering membaca tentang kebijaksanaan - kebijaksanaan para kiai NU spt Gus Dur, Gus Mus, KH Hasyim Muzadi, Kyai Said Aqil Siraj dll tapi belum pernah sekalipun saya bertemu muka dengan mereka. Banyak pertanyaan muncul dalam pikiran saya, apakah mereka mau menerima saya, apakah mudah bertemu dengan salah satu tokoh terkenal di negeri ini. Tokoh yang bukan hanya menjadi teladan dalam ajaran agamanya tapi juga seorang budayawan dan penulis yang menjadi panutan banyak orang di negeri ini.

Singkat kata, setelah saya sampai segera saya lihat kesibukan yang luar biasa untuk persiapan acara malam nanti, sanak keluarga Gus Mus, para santri dan kenalan mempersiapkan mulai dari konsumsi, tenda, tikar dll. Beberapa wajah langsung saya kenal karena familiar di media-media yg sering saya lihat salah satunya Ulil Abshar Abdalla. Saya langsung dipersilahkan duduk dan berbincang bersama dengan beberapa tamu yang juga hadir tanpa putus-putusnya.

Jam 15 : 30 an Gus Mus keluar dari dalam rumah, para tamu segera menyambutnya dan beliau langsung duduk disebelah saya. Sosok yang humoris dan sangat terbuka pandangannya. Sosok besar yang sangat membumi, tdk ada kesan kesombongan satupun yang saya lihat. Bahkan beliau menegur saya sambil tertawa untuk ikut berbincang bersama tamu yang lain. Saya yang awalnya serba kikuk langsung cair akhirnya ikut dalam pembicaraan itu dan sesekali saya ambil foto dokumentasi.Tamu apapun statusnya disambut sama dan hangat, duduk ditempat yang sama, tertawa dalam pembicaraan yang sama, minum pun minuman yang sama. Sebuah contoh persaudaraan,kesederhanaan yang diterapkan dan diajarkan Gus Mus pada keluarga, santri dan para tamu yang berbeda latar belakang seperti saya. Jam 17 : 00 WIB teman kuliah saya dari Blora datang menjemput saya. Segera setelah saya mandi kembali ke acara tersebut dimalam harinya.

Sebuah pertemuan singkat sangat berkesan. Sebuah perjalanan pendek sangat bermakna. Bahwa sebesar apapun manusia tetaplah menjadi manusia. KH Ahmad Mustofa Bisri adalah salah satu tokoh besar negeri ini tanpa sungkan dan risih menjabat tangan saya dan berbincang seperti tidak ada batas antara beliau dan saya. Beliau hidup untuk memebri makna dan mengajarkan hidup sejati kepada semua orang yang membaca tulisan dan mendengarkan ajarannya. Hari ini sebuah pensil kayu telah bertemu sebuah tinta emas yang diikuti tinta emas-tinta emas lain didikannya. Hari ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari salah satu orang yang menjadi teladan dan guru bangsa ini.

Terima kasih Gus Mus, tetaplah berkarya dan bersinar untuk kedamaian di negeri plural ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekerjaan Rumah Dari Gus Dur (Oleh : Ievyani Liebedich)

6 Prinsip Bela Negara Atas Pemahaman Sejarah (Oleh : Ayah Debay)

Pluralisme (Oleh : Ronny Leung)