Piagam Madinah,Pancasila dan UUD 1945 (Semangat Persatuan Dalam Bernegara)

Piagam Madinah,Pancasila dan UUD 1945 (Semangat Persatuan Dalam Bernegara)


Beberapa abad silam, kanjeng nabi Muhammad SAW telah wafat,namun gaung keberhasilan sebagai pemimpin tak berlalu jua,salah satunya adalah membentuk Madinah menjadi sebuah Negara Multi etnis dengan berbagai latar belakang,disatukan melalui sebuah piagam sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yang lebih tua dari piagam magna charta yang disebut Piagam Madinah.
Madinah oleh Nabi dijadikanya Negara plural yang menjunjung tinggi prinsip tasamuh (toleransi),serta tak ketinggalan pula ia berhasil menyampaikan misi utamanya,menegakkan kalimat Tauhid tanpa melukai prinsip toleransi. Indonesia terdiri dari kumpulan banyak etnis dan suku bangsa,yang tentu punya budaya berbeda,juga berkembang agama yang berbeda pula,kondisi tersebut sama dengan madinah dulu kala,berdiri di atas perbedaan. Kata pembuka dalam konstitusinya pun hampir sama,dalam awal piagam madinah menyebutkan
بسم الله الرحمن الرحيم
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang)
yang dilanjutkan dengan Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka."

Begitu juga dengan naskah pembukaan UUD 1945 disebutkan Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa. Keduanya menyelipkan nama Allah,bukti bahwa islam berpartisipasi membentuk berdirinya Negara tersebut. Dalam piagam madinah tidak tertulis satupun pasal yang menguntungkan salah satu pihak manapun,bahkan islam itu sendiri yang berjasa dalam pembentukan piagam ini atas jasa Rasulullah,ini menunjukan piagama madinah memang ditujukan untuk kebersamaan umat,begitupun Pancasila,secara tekstual tidak ada tendensi golongan tertentu yang diuntungkan adanya pancasila ini,namun harus dimengerti baik nilai nilai islam dan nilai nilai pancasila menjadi suatu grundnorm atau norma dasar baik di madinah maupun Indonesia.

Menurut sang penggagas,Prof. Hans Kellsen,grundnorm itu ada untuk menjiwai segala peraturan yang ada termasuk konstitusi Negara dan peraturan dibawahnya,namun grundnorm tersebut bersifat abstrak (non materiil) yang artinya ia tidak ada dalam peraturan yang ada secara materiil.
Dilihat dari segi materiil,pancasila khususnya konstitusi kita UUD 1945 dan piagam madinah mempunyai beberapa kesamaan,setelah tadi pada pembukaan,pengakuan persamaan hak juga disertakan keduanya,

Dalam piagam madinah disebutkan dalam pasal 25 ayat 2
“Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka”.
Dalam konstitusi kita dalam pasal 29 ayat 2 menyebutkan “Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Dalam ihwal pertahanan Negara piagam madinah menyampaikan,” Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.”
Begitu juga dengan UUD disebutkan dalam pasal 30 ayat 1 bahwa,” Tiap tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara”.
Ketika terjadi sengketa kita tahu bahwa sesuai UUD pasal 1 ayat 3 Negara ini adalah Negara hukum,bukan Negara kekuasaan atau selera artinya segala sesuatu harus dikembalikan pada peraturan hukum yang ada,dalam hal ini di dalam piagam madinah pasal 23 menyebutkan “Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW”. Konsep Government by law sudah ada sejak zaman nabawi,dan baru dirumuskan di negeri ini pada akhir masa Orba. Meskipun pada kenyataanya yang terjadi adalah Government by men. Mungkin itu sekian dari banyak kesamaan antara Piagam madinah dan konstitusi kita,meskipun juga ada beberapa perbedaan mendasar,seperti UUD 1945 yang mengatur mekanisme jabatan Eksekutif,Legislatif, dan Yudikatif. Perlu dicatat, piagam madinah prinsipnya perjanjian,bukan peraturan. Namun itu bukan masalah.

Sebagai umat islam,kiranya kita tidak salah menghayati kembali bagaimana prinsip toleransi piagam madinah. Kemudian diimplementasikan dengan kondisi sekarang ini,mungkin baik norma pancasila dan norma islam jauh dari apa tujuan yang tertulis.
Saatnya bagi kita umat islam menghayati kembali isi piagam madinah untuk kelancaran kehidupan berbangsa dan bernegara,dengan mensejajarkan kepada pancasila,bukan sulit untuk membenahi keadaan yang ada sekarang ini. Dengan kata lain,spirit kita hidup selain dilandasi norma norma pancasila,norma norma yang islami juga kita tanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kemudian propaganda yang berkembang dengan mengislamkan spirit kehidupan bernegara,adalah dapat memecah prisip toleransi yang ada,dibuktikan dengan adanya beberapa kelompok yang mereka katakan “egois”,tidak toleran, dan mau menang sendiri. Dan pengakuan sebagai minoritas semakin mengukuhkan bahwa mereka itu tertindas.

Padahal yang kita tahu Negara ini bukan Negara sekuler bukan juga Negara agama,artinya meskipun bukan Negara agamis yang segala peraturan yang ada diambil dari norma norma agama tapi Negara ini juga butuh spirit religious untuk kehidupan bernegara. Kita tidak bisa meninggalkan prinsip ketuhanan begitu saja. Bukan juga memutlakan Norma agama sebagai yang utama,tapi adalah kepentingan bersama untuk mencapai persatuan.
Mungkin saja diantara kita sendiri ada yang beranggapan mengislamkan kehidupan bernegara sama saja mendukung kekhalifahan yang dikhawatirkan menggerus prinsip tasamuh yang sudah berlangsung lama,mengenainya di Negeri ini ada segolongan yang menyerukan Kekhalifahan dan ke khilafahan padahal kekhlafan, yang menjadi system negeri ini,seakan kekhalifahan Dan kekhilafahan adalah mutlak,bisa memperbaiki segala aspek kehidupan,namun bagaimana jika abuse the power masih dilakukan oleh oknum,terlepas dari system,mau bagaimana lagi.
Yang dibutuhkan bangsa ini bukanlah system kekhalifahan, namun sosok kekhalifahan,sosok yang mau merakyat. Apalagi rakyat kecil,mereka tak peduli apa itu sistem,apa itu khalifah,yang mereka tahu,besok makan apa....?
Sosok berjiwa khalifah akan tahu yang rakyat mau,semoga rakyat kita khususnya islam mau mengerti sejarah dien mereka yang pernah Berjaya dan diakui dunia. Terakhir poin yang dapat kita petik,adalah dengan menghayati piagam madinah dan pancasila dengan baik kita bisa mencapai persatuan dan kesatuan secara hakiki,tanpa ada perpecahan. Meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan secara substansi terminologi dan histori territorial.
Saatnya kita mengeneralisir perbedaan menjadi sebuah wacana persatuan tanpa meninggalkan spirit iman,bukan tidak mungkin konflik horizontal dan vertical hanyalah menjadi sebuah cerita kelam bersama penjajahan kompeni dan Nippon yang akan terkubur di lubang bernama sejarah.
Salam damai, salam Bhinneka Tunggal Ika

Oleh : Amiruddin Faisal
Admin Grup Sahabat Gus Dur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekerjaan Rumah Dari Gus Dur (Oleh : Ievyani Liebedich)

6 Prinsip Bela Negara Atas Pemahaman Sejarah (Oleh : Ayah Debay)

Pluralisme (Oleh : Ronny Leung)