Gus Dur : 4 Sistem yang Bisa Tegakkan Masa Depan RI (Oleh : Ievyani Liebedich)
KH Abdurrahman Wahid: 4 Sistem yang Bisa Tegakkan Masa Depan RI
Ditulis ulang oleh : Ievyani Liebedich
Ketua Dewan Syura Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur mengatakan, bangsa Indonesia saat ini mengalami masa sulit.
Krisis multideminesi yang melanda, membuat negara kepulauan ini seakan kehilangan jatidirinya. Terlebih, pemerintahan di bawah kendali Presiden Megawati Taufik Kiemas, tak bisa diharapkan membawa perubahan signifikan.
“Hanya 4 sistemn yang bisa menegakkan Indonesia di masa depan. Kalau sistem itu dilaksanakan dengan baik, bangsa ini pasti akan keluar dari kesulitan yang selama ini dihadapi,” kata Gus Dur, saat menjadi keynote speaker (pembicara) dalam acara diskusi panel dengan tajuk ‘Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan Pendidikan Unggulan’ yang digelar pengurus cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Tuban, Jumat (25/10) pagi, di aula kantor NU Jl. Diponegoro.
Keempat sistem itu, menurut Gus Dur, pertama, adalah sistem politik. Sistem politik yang selama ini dianut dan berjalan, kata mantan Ketua PB NU ini, masih jauh dari harapan rakyat. Utamanya untuk mewujudkan demokratisasi. Sebab, katanya, sistem politik yang sekarang dianut adalah menyerahkan ‘kekuasaan’ pada satu pihak saja. Contohnya adalah pembuatan undang-undang (UU), yang hanya diserahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saja, padahal, komposisi di dalam DPR belum sepenuhnya mewakili rakyat.
“Mestinya perlu diadakan pemungutan suara untuk membuat UU. Dan, presiden, wakil presiden sampai bupati dan wakilnya dipilih langsung oleh rakyat. Ini memang terasa liberal, tapi demokrasi memang harus seperti itu,” tambah Rektor Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang ini, serius.
Kedua, sistem ekonomi. Selama ini, menurutnya, kebijakan ekonomi selalu meninggalkan rakyat kecil. Padahal, rakyat kecil mestinya bisa difungsikan sebagai subyek yang bisa menopang perekonomian. Buktinya, ketika krisis ekonomi melanda, justru perusahaan-perusahaan besar, yang dulunya selalu dimanja pemerintan, justru banyak yang gulung tikar. Sementara, rakyat kecil, dengan usaha kecilnya terbukti mampu bertahan.
“Selama ini kebijakan ekonomi memang tidak memihak kepada rakyat kok. Jadinya, tak pernah ada pemerataan ekonomi secara menyeluruh. Kalau PKB menang, akan kita rombak sistem perekonomian dengan basis kerakyatan,” ungkap Gus Dur, yang disambut aplaus ratusan peserta diskusi, yang terdiri dari warga NU, PKB, LSM, serta undangan lainnya.
Ketiga adalah sistem pendidikan. Bagi NU, selama ini selalu kalah bersaing dalam hal pendidikan. Padahal, NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) terbesar mempunyai potensi untuk mengembangkan pendidikannya. Dengan basis ribuan, bahkan jutaan pesantren, mestinya NU punya banyak kader dengan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Selain itu, kebijakan pemerintah pada bidang pendidikan juga kurang tepat. Karena, pemerintah seperti hanya melihat kuantitas saja, tapi mengesampingkan kualitas. Sehingga, hasilnya mutu pendidikan dan SDM rakyat Indonesia kalah dengan bangsa-bangsa lain.
“Ke depan, bagaimana kita memaksimalkan pendidikan dengan basis masyarakat atau community base education. Sebab ini penting dalam rangka membuat negara Indonesia maju,” katanya.
Sistem keempat, adalah etika/moral atau akhlak. Ini kaitannya dengan lembaga peradilan dan hukum di negeri ini. Gus Dur melihat, etika dan moral ini sudah hilang. Akibatnya, selama ini terjadi mafia hukum yang luar biasa bejatnya. Celakanya, penyakit itu sudah menyebar dan menyusup di birokrasi-birokrasi pemerintah.
“Semua orang menjadi pejabat karena sogokan, atau kalau sudah jadi pejabat mau disogok, sehingga, ya begitulah sistem hukum kita, banyak mafianya,” terang cucu pendiri NU, hadratussyekh KH Hasyim Asyari ini.
Karena sistem hukum yang demikian bobroknya, kata Gus Dur, tak ada jalan lain kecuali adanya upaya untuk mengubah dan membersihkan sistem yang banyak terdapat ‘debu’ itu. Dengan kondisi seperti itu, lanjut Gus Dur, tak heran kalau rakyat menjadi kecewa dan putus ada. “Bahkan saking kecewanya dengan sistem hukum kita, ada kelompok yang mengajak membuat konflik horizontal, untuk menyelesaikan kebobrokan sistem itu. Ya, saya bilang saja, silakan lakukan, tapi nanti akan saya laporkan ke aparat,” tegasnya disambut geeer hadirin.
Selain Gus Dur, hadir pada acara diskusi itu antara lain, dr H Sugiyat Ahmad Sumadi, SKM, anggota Dewan Syura DPP PKB, yang juga mantan direktur RSI Jakarta, Drs Sutjipto Wirosardjono, MSc, anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, M Zein, MBA, dan Ir M Amin. Bahkan, tanpa diduga, acara itu dihadiri juga oleh KH Muslim Imampuro atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Liem, kiai unik dari Klaten Jawa Tengah. Mbah Liem datang secara tiba-tiba karena panitia tak merasa mengundang. Kedatangan Mbah Liem ini menambah semaraknya diskusi.
Komentar
Posting Komentar