Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

ISLAM NUSANTARA MODERASI ISLAM (Oleh : Amiruddin Faisal)

Gambar
ISLAM NUSANTARA MODERASI ISLAM (Oleh : Amiruddin Faisal) Pembicaraan tentang konsep, wacana, dan praksis Islam wasathiyyah menemukan momentum terkuat sejak Muktamar Muhammadiyah dan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang sedikit berimpitan waktunya pada Agustus 2015. Tumpang-tindih dengan wacana dan diskusi tentang Islam Nusantara, perlu elaborasi lebih jauh tentang wacana dan praksis tentang Islam wasathiyyah beserta pranata dan lembaga yang mutlak bagi aktualisasi Islam wasathiyyah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Elaborasi dan pengayaan wacana beserta praksis Islam wasathiyyah mendapat sumbangan penting Mohammad Hashim Kamali dalam karyanya, The Middle Path of Moderation in Islam: The Qur’anic Principle of Wasatiyyah (Oxford & New York: Oxford University Press, 2015, xi+310 hlm). Seperti terlihat dalam judul ini, Kamali tidak menggunakan istilah ‘Islam wasathiyyah’, yang lazim digunakan di Indonesia. Ia menggunakan istilah ‘jalan tengah moderasi Islam’ berdasarkan prin

Kami butuh Islam Yang rahmat, bukan atas nama Islam Yang laknat. (Oleh : Amiruddin Faisal Admin Grup Sahabat Gus Dur )

Gambar
Kami butuh Islam Yang rahmat, bukan atas nama Islam Yang laknat. Oleh : Amiruddin Faisal Admin Grup Sahabat Gus Dur Berbicara soal radikalisme sebagaimana banyak para pengamat sosial-kegamaan menyatakan—bahwa benih-benih radikalisme (khususnya radikalisme yang mengatasnamakan Islam) begitu tumbuh subur dan telah menjadi persoalan pelik (selain) ditandai pasca meledaknya tragedi WTC 11 September 2001 juga merupakan konsekuensi dari kran reformasi dari masa transisi ke demokrasi Indonesia pasca rezim orde baru tumbang. Ya, pasca tumbangnya rezim orde baru dan tragedi WTC ini, fenomena radikalisme telah menjadi sorotan publik yang bukan hanya telah dianggap menggoyahkan kerukunan antar umat beragama, integritas perdamaian, melainkan pula telah menjadi kejahatan kemanusiaan berskala dunia. Berbagai aksi bom pun meluas dengan target berbagai pusat perbelanjaan yang dianggap sebagai wujud hedonisme dan kapitalisme barat seperti yang terjadi di Plaza Atrium Senen Jakarta (2001)

ISLAM NUSANTARA (Oleh : Azyumardi Azra | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Gambar
ISLAM NUSANTARA Islam Nusantara memiliki distingsi tidak hanya dalam tradisi dan praktek keislaman yang kaya dan penuh nuansa, tetapi juga dalam kehidupan sosial, budaya dan politik. Karena itu, penyebutan Islam Nusantara dengan memandang praktik keagamaan adalah valid belaka. Memang terdapat kalangan ulama dan intelektual Muslim yang menganggap Islam hanyalah satu entitas; sama bagi setiap wilayah dan bangsa. Profesor Abdel-Moneem Fouad, Dekan Dirasah Islamiyah untuk Mahasiswa Internasional Universitas al-Azhar, Kairo, dalam seminar pra-Muktamar NU-Kompas menyatakan ‘Islam hanya satu. Tidak ada Islam Nusantara, Islam Arab atau Islam Mesir’. Pandangan Fouad menurut penulis Resonansi ini berdasarkan kerangka idealistik. Pandangan ini tidak mempertimbangkan realitas historis empiris perjalanan Islam sepanjang sejarah di berbagai wilayah beragam yang memiliki realitas sosial, budaya, politik yang berbeda. Dalam pandangan penulis Resonansi ini, Islam satu hanya ada pada level Al

Berbuat untuk Orang Lain (Oleh : Ayah Debay)

Gambar
Berbuat untuk Orang Lain (Oleh : Ayah Debay) Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melontarkan pernyataan yang agak kontroversial, dua pekan menjelang puasa, tahun ini. Ia memperingatkan organisasi massa yang kerap menyisir warung, dan restoran beroperasi pada bulan Ramadhan, supaya tidak mengulangi tindakan. Lukman berseru, “Warung-warung tak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa." Seruan Lukman segera mendapat tanggapan, pro maupun kontra; bersepakat maupun menyanggah. Aneka dalih disampaikan dari masing-masing pihak; baik dalih normatif, sosil, ekonomi hingga aspek agama. Para penanggap dari kalangan media sosial, sebagai terseret isu-isu agama, antipluralisme. Bicara tentang pluralisme, di dalamnya terkandung toleransi, relevan mengingat dua tokoh Islam ternama; mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan cendikiawan muslim, Nurcholis Madjid alias Can Nur. Gus Dur dan Cak Nur pejuang sekaligus

Pemimpin Yang Layak Digugu Lan Ditiru (Oleh Ronny Leung)

Gambar
Mari belajar menilai dan berlogika Pastinya kita semua memberikan pelajaran agar anak2 kita memiliki etika dan moral bukan ? Itu kenapa anda bekerja keras agar anak -anak anda memiliki pendidikan,akhlak bekal yang baik dimasa depan, agar dia menjadi orang yg dihargai di masyarakat. Oke kita masuk topik pembicaraan Saya dulu melihat seorang bernama Gus Dur Saya senang dengan orang ini, seorang yang cerdas dan humoris, selalu memiliki pemikiran yang maju dan dapat diterima disemua lapisan dan seluruh masyarakat apapun agama dan sukunya. Dia dihargai dan didukung banyak orang karena kapasitasnya yg bagus. Sekarang saya melihat, sahabatnya bernama Gus Mus Ternyata beliau juga seorang yang pluralis, bijaksana dan sederhana semua syarat yang diperlukan untuk menjadi teladan dalam hidup. Saya meskipun berbeda keyakinan rindu ada 1 (satu saja) pemimpin agama saya bisa seperti itu. Ya meskipun berbeda tapi tetap beliau 1 bangsa Indonesia dengan saya dan saya sangat bangga akan

Piagam Madinah,Pancasila dan UUD 1945 (Semangat Persatuan Dalam Bernegara)

Gambar
Piagam Madinah,Pancasila dan UUD 1945 (Semangat Persatuan Dalam Bernegara) Beberapa abad silam, kanjeng nabi Muhammad SAW telah wafat,namun gaung keberhasilan sebagai pemimpin tak berlalu jua,salah satunya adalah membentuk Madinah menjadi sebuah Negara Multi etnis dengan berbagai latar belakang,disatukan melalui sebuah piagam sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yang lebih tua dari piagam magna charta yang disebut Piagam Madinah. Madinah oleh Nabi dijadikanya Negara plural yang menjunjung tinggi prinsip tasamuh (toleransi),serta tak ketinggalan pula ia berhasil menyampaikan misi utamanya,menegakkan kalimat Tauhid tanpa melukai prinsip toleransi. Indonesia terdiri dari kumpulan banyak etnis dan suku bangsa,yang tentu punya budaya berbeda,juga berkembang agama yang berbeda pula,kondisi tersebut sama dengan madinah dulu kala,berdiri di atas perbedaan. Kata pembuka dalam konstitusinya pun hampir sama,dalam awal piagam madinah menyebutkan بسم الله الرحمن الرحيم (Dengan n